Yang saya takutkan bukanlah neraka after death,
sebab neraka semacam ini tak akan menyakitkan dan menyengsarakan siapapun.
Yang saya takutkan adalah kalau dunia di muka Bumi kita berubah
menjadi neraka penderitaan bagi anak-anak manusia,
karena kejahatan yang dibuat anak-anak manusia lainnya terhadap sesamanya.
Saya sudah memutuskan, seperti Rabiah Al-Adawiyah, untuk
memadamkan semua api neraka!
─ ioanes rakhmat
─ ioanes rakhmat
Don't talk too much about hell as the place
designed by your avenging God in which sinners will suffer
eternally as your God's punishment upon them after they die.
If your religion currently makes you replete with anger, hatred
and animosity toward those of other religious persuasions or toward infidels,
designed by your avenging God in which sinners will suffer
eternally as your God's punishment upon them after they die.
If your religion currently makes you replete with anger, hatred
and animosity toward those of other religious persuasions or toward infidels,
you live already in hell here in this world.
If you still have healthy ears, listen!
─ ioanes rakhmat
If you still have healthy ears, listen!
─ ioanes rakhmat
Konsep tentang surga dan neraka dalam tradisi keagamaan Yahudi-Kristen muncul dengan lengkap pertama kali dalam Kitab Daniel (dalam Perjanjian Lama) yang ditulis pada abad kedua SM, ketika bangsa Yahudi sedang mengangkat senjata melawan pemerintahan lalim raja Syria Antiokhus IV Epifanes yang sedang melancarkan politik hellenisasi besar-besaran atas negeri Israel (= politik dan militerisme untuk menjadikan kebudayaan dan agama-agama Yunani ─ yang disebut hellenisme─ sebagai kebudayaan dan agama-agama bangsa-bangsa jajahan Aleksander Agung dan para penerusnya). Dalam sejarah Yahudi, perang ini dikenal sebagai Perang (Pemberontakan) Makkabe.
Konsep surga dan neraka diciptakan pada
awalnya oleh suatu komunitas keagamaan atau suatu bangsa beragama
(dalam hal ini, bangsa Yahudi kuno) yang sedang ditindas suatu bangsa
asing adidaya, dan mereka tak memiliki kekuatan militer yang unggul.
Akibatnya mereka mengalami banyak kekalahan, dan tidak sedikit dari
antara mereka mati dalam banyak perlawanan yang tampak sia-sia, juga
tak sedikit yang tak tahan ditindas lalu menyeberang ke pihak musuh.
Nah, para tokoh keagamaan mereka, yang juga bertanggungjawab dalam
kehidupan politik dan militer, menyusun konsep tentang surga dan
neraka, baik berupa doktrin maupun berupa kisah-kisah kejuangan para
martir.
Ada dua tujuan dalam mereka menyusun
doktrin tentang surga dan neraka. Pertama, untuk membangun suatu
semangat tempur sampai titik darah penghabisan dalam diri para
pejuang. Kepada para pejuang ini, lewat doktrin surga dan neraka dan
kisah-kisah heroik para syuhadah, dijanjikan bahwa kendatipun mereka
akan mati dalam perang, mereka harus jangan menyerah, sebab sekalipun
mereka mati mereka akan diberi pahala masuk surga sesudah mati
syahid. Janji pahala surga ini, dalam suatu perang, sangat efektif
untuk membangun suatu semangat tempur sampai titik darah penghabisan,
tentu kalau perangnya dilangsungkan karena alasan keagamaan.
Bangsa beragama yang terancam kalah
ini dihadapkan pada sebuah pertanyaan besar: Mengapa Allah mereka
diam saja, dan tampak kalah juga ketika berhadapan dengan musuh
mereka? (Bagi bangsa beragama di zaman dulu, kalau bangsa ini kalah
perang, berarti Allah mereka juga kalah.) Nah, sebagai tujuan kedua,
pertanyaan besar ini dijawab dengan doktrin tentang neraka: Jangan
takut dan jangan kehilangan kepercayaan, sebab akan tiba saatnya,
ketika zaman dan sejarah dunia berakhir tak lama lagi, semua musuh
mereka akan dengan adil dibalas oleh Allah dengan membuang mereka semua
ke dalam api neraka, yang akan memanggang mereka selamanya. Doktrin
tentang hukuman di neraka, dengan demikian, adalah sebuah doktrin
tentang kebencian dan dendam membara yang tak bisa hilang, tetapi
dipelihara sampai ke alam baka.
Karena ada janji surga dan ancaman
neraka, doktrin tentang surga dan neraka umumnya dilengkapi beberapa
doktrin lain: doktrin-doktrin tentang kiamat (berakhirnya sejarah
dunia), tentang bencana sejagat, tentang kebangkitan orang mati,
tentang pengangkatan orang yang masih hidup ke angkasa, tentang
pengadilan di akhir zaman, tentang merajalelanya aktivitas
makhluk-makhluk demonik (setan atau iblis atau anti-Kristus), tentang
figur sang Hakim jagat raya yang akan turun dari kawasan adikodrati
pada akhir zaman, dan tentang kitab kehidupan yang di dalamnya
tercatat biografi orang per orangan selama mereka hidup di Bumi, yang
akan dijadikan landasan pengadilan di akhir zaman.
Belakangan, doktrin tentang surga dan
neraka mengalami pergeseran fungsi, khususnya ketika doktrin ini
tetap dipercaya dan dipegang meskipun umat tidak sedang perang.
Doktrin ini berubah fungsi menjadi sebuah doktrin yang digunakan para
rohaniwan untuk mengontrol perilaku umat orang per orangan. Seperangkat aturan moral (moral code)
disusun, seperangkat doktrin dibangun, dan seperangkat ritual
ditetapkan, untuk diikuti dan dijalankan umat tanpa hak dan kewajiban
bertanya.
Para rohaniwan mengingatkan mereka dengan keras: Jika moral code
dan seperangkat doktrin dan ritual ini tidak diikuti dan dijalankan
sepersisnya, orang yang melawan ini akan masuk neraka abadi.
Sebaliknya, anggota umat yang menaati semuanya akan menerima pahala
surga. Jelas, dengan bisa mengontrol perilaku dan keyakinan umat,
para rohaniwan ini tetap memegang kendali atas seluruh komunitas, dan
mereka tetap bisa menjadi leader dengan kedudukan politik
yang kuat, yang dapat memberi mereka banyak keuntungan lain (ekonomi,
hak istimewa, hak menetapkan doktrin, hak menentukan kebenaran atau
kesalahan, hak menghakimi, hak atas kehidupan dan kematian orang lain,
dan hak-hak lainnya).
Dalam kehidupan Gereja Katolik Roma
(GKR) sekarang ini, doktrin tentang penghukuman di api neraka diperluas
dengan dua doktrin lain tentang bagian-bagian kehidupan di akhirat yang
mengawali atau menggantikan kehidupan sengsara di api neraka, yakni
doktrin tentang limbo dan purgatori.
Limbo adalah kehidupan di akhirat yang diberikan kepada orang-orang pagan yang tak jahat tetapi penuh kebaikan dan kebajikan, noble pagans,
sehingga mereka tak pantas dimasukkan ke dalam neraka, dan juga kepada
bayi-bayi yang meninggal ketika belum menerima baptisan Kristen untuk
keselamatan mereka. Limbo dibayangkan sebagai suatu tempat yang di
dalamnya tak ada siksaan berat dan kekal seperti di neraka, tetapi juga
tidak ditemukan kesukaan dan kebahagiaan seperti hidup dalam surga.
Limbo adalah situasi tengah-tengah antara neraka dan surga.
Doktrin tentang limbo ini
dirancangbangun tak lain untuk mengurangi rasa bersalah para rohaniwan
GKR yang semula mengancamkan neraka kepada semua kaum kafir yang
berakhlak luhur dan orang-orang yang baik tetapi tidak termasuk ke
dalam komunitas GKR, dan tentu juga untuk memperkuat doktrin tentang
neraka sebagai suatu tempat yang disediakan untuk orang-orang yang
memang sangat patut dan sah dimasukkan ke dalamnya. Debat di dalam GKR
tentang apakah doktrin limbo masih harus dipertahankan makin menguat
sekarang ini ketika kasus-kasus janin yang diaborsi semakin menggunung,
sementara GKR sangat menentang aborsi yang dilakukan dengan alasan
apapun.
Purgatori, yang dikenal juga sebagai
"api penyucian", menyediakan suatu tempat dan kurun di mana seseorang
dimungkinkan untuk terhindar dari hukuman abadi dalam api neraka, dengan
menjalani suatu penghukuman sementara, yang sebenarnya lebih tepat
disebut "penyucian" atau "pemurnian" dalam jangka waktu tertentu sebelum
akhirnya terbebaskan sama sekali dari siksa di neraka abadi. Menurut
doktrin ini, ketika periode siksaan atau pemurnian terbatas ini selesai
dijalani, orang yang menjalaninya dikeluarkan dari purgatori lalu
diterima masuk ke dalam surga abadi, berdasarkan kalkulasi bahwa
kejahatannya selama hidup di muka Bumi sudah lunas dibayar olehnya
selama berada dalam purgatori. Orang semacam ini dikalkulasi tidak
terlalu jahat tetapi juga tidak terlalu baik.
Kita tahu, reformator Gereja Protestan
pada abad enam belas, Martin Luther, dibuat sangat murka ketika GKR
pada zamannya memanfaatkan doktrin tentang purgatori ini untuk
menggalang dana besar bagi pembangunan Gereja Santo Petrus di Vatikan,
melalui penjualan surat penghapusan dosa. Pada masa itu, GKR
mengajarkan, jika seorang Katolik yang berdosa telah dengan cukup
memberi sumbangan uang ke kas GKR untuk membangun gereja besar ini,
dengan membeli surat penghapusan dosa, orang ini akan terhindar dari
purgatori ketika dia wafat nanti dan arwahnya akan langsung masuk
surga, atau, kalau orang ini memberi sumbangan uang demi seorang
anggota keluarganya yang sudah meninggal, maka, begitu mata uang
berdenting di kas gereja, arwah orang yang sudah meninggal ini dijamin
gereja akan langsung dikeluarkan dari purgatori lalu dimasukkan ke
dalam surga abadi.
Jadi, doktrin tentang surga dan
neraka adalah sebuah doktrin politis religius, yang semula disusun
untuk kepentingan perang, dan kemudian untuk mengendalikan perilaku
dan kehidupan umat oleh para rohaniwan ketika doktrin ini tetap
dipegang dalam konteks bukan perang dan ditambahi dengan doktrin
tentang limbo dan purgatori.
Kalau ditanya, apakah surga dan
neraka betulan akan ada dan dialami sesudah kematian, jawabnya
adalah: seandainya manusia hidup terus dalam rupa roh sesudah
kematian fisik di muka Bumi, maka roh yang tak memiliki tubuh, indra
dan otak sama sekali tak akan bisa merasakan entah nikmat surga atau
pun siksa neraka. Ketika otak lenyap, maka pikiran dan perasaan pun
lenyap. Surga dan neraka sesudah kematian hanya ada dalam doktrin,
dalam kisah, dalam mitologi, dan tidak ada dalam realitas faktual
apapun.
Banyak orang tentu tak setuju pada
pernyataan yang saya baru tulis di alinea di atas, bahwa surga dan
neraka tidak ada dalam realitas apapun di akhirat. Mereka akan berkeras
beranggapan, bahwa kalau doktrin tentang surga dan neraka sesudah
kematian tak diajarkan, tak diindoktrinasikan, kejahatan di muka Bumi
akan semakin meningkat. Anggapan ini salah total, karena beberapa
alasan.
Pertama, kekuasaan untuk mengadili
dan menjatuhkan hukuman di muka Bumi ada pada pemerintah suatu negara.
Jadi, untuk mengurangi atau menekan angka prevalensi kejahatan di
muka Bumi, hukum positif dalam suatu negara harus dibangun, ditegakkan
dan diberlakukan dengan konsekwen dan konsisten pada semua orang
tanpa pilih bulu.
Kalau ada orang bisa lolos dari jerat
hukum, misalnya karena pemerintahan di dalam suatu negara lemah,
buruk dan korup, jalan keluarnya bukanlah menakut-nakuti rakyat
dengan doktrin tentang neraka yang panas dan berlangsung abadi,
melainkan membereskan hukum dalam negara itu dengan sungguh-sungguh.
Kini, dalam era globalisasi, yang
mengikat manusia di suatu negara bukan hanya hukum positif nasional,
tetapi juga hukum internasional; dan yang ada bukan hanya lembaga
pengadilan dalam negeri, tetapi juga lembaga pengadilan internasional.
Sudah banyak terjadi, seorang yang lolos dari jerat hukum di
negerinya sendiri akhirnya diadili dan dijatuhi hukuman di luar
negeri.
Kedua, perlu kita ketahui bahwa dalam
zaman modern ini jumlah orang yang tak lagi bisa menerima doktrin
tentang surga dan neraka sangat banyak, di antara mereka termasuk
orang-orang yang potensial melakukan kejahatan. Kalau orang zaman
modern ditakuti-takuti hanya dengan sebuah doktrin keagamaan tentang
hukuman di neraka, dan hukum positif dalam suatu negara tak ada atau
dihapuskan, jelas kejahatan di dunia akan semakin meningkat.
Ketiga, ketaatan yang ditimbulkan oleh doktrin tentang api neraka adalah ketaatan yang tak dewasa, immature,
tak keluar dari kesadaran nurani sendiri, tetapi muncul karena rasa
takut yang besar. Doktrin tentang hukuman di neraka melahirkan bukan conscience, nurani, melainkan fear,
ketakutan. Untuk membangun suatu masyarakat yang warganya taat hukum
dan tak melakukan kejahatan, yang dibutuhkan adalah pembinaan
moralitas bertahap dan terus-menerus untuk menghasilkan nurani yang
fungsional, mature dan accountable. Dalam rangka
membangun suatu moralitas individual dan sosial semacam ini pendekatan
“reward and punishment” sekuler dipakai. Doktrin tentang ancaman api
neraka tak akan menghasilkan conscience yang fungsional, accountable dan mature dalam diri warga masyarakat, melainkan akan menghasilkan suatu masyarakat yang penuh ketakutan yang tak membangun, a society of fear, masyarakat yang ketakutan pada hal-hal yang tak real.
Keempat, kalau orang baru mau hidup
beragama dan bermoral dengan baik hanya jika mereka diiming-imingi
hadiah surga, dan ditakut-takuti ancaman hukuman di api neraka,
kehidupan bermoral dan beragama semacam ini berada baru pada tahap
kanak-kanak, bukan tahap dewasa. Kita tahu umumnya kanak-kanak akan
baru mau belajar dengan baik jika kepadanya diiming-imingi hadiah
permen atau sebuah boneka, atau bahkan kalau kepadanya diperlihatkan
sebilah rotan yang siap dipukulkan ke pantatnya. Orang yang beragama
baru pada tahap kanak-kanak ini, yakni beragama secara egoistik dan
dipenuhi ketakutan, akan memakai agamanya sebagai alat untuk mencapai
kepuasan pribadinya saja, dan untuk mendatangkan kesusahan pada
orang lain. Seorang anak sangat senang jika boneka milik kakaknya
atau boneka milik temannya direbut untuk diberikan kepadanya, dan dia
tak akan perduli kalau kakaknya atau temannya itu jadi menangis
sedih.
Kelima, doktrin tentang hadiah surga
dan hukuman di neraka sesudah kematian menghasilkan orang beragama
yang melihat kehidupan yang bermakna hanya ada di alam baka setelah
kematian. Bagi mereka, kehidupan di Bumi sekarang ini hanya
sementara, hanya untuk dilintasi, tak bermakna penuh, bahkan maya
saja. Orang beragama yang berpandangan semacam ini bisa tak akan
perduli pada banyak persoalan dan penyakit sosial di dunia masa kini,
dan tak menyumbang apapun dalam usaha global memerangi banyak
kejahatan.
For example, para pejihad Muslim yang sangat percaya pada keberadaan surga dan neraka, sangat ingin segera masuk surga dan di sana menerima banyak hadiah istimewa dari Alloh SWT, dengan melakukan terorisme atas nama Alloh ini untuk membunuh kaum kafir, infidel, sebanyak-banyaknya! Doktrin tentang surga dan neraka yang mendorong orang melakukan terorisme demi menerima yang satu dan terhindar dari yang lainnya, sama sekali bukan doktrin yang memberi rasa aman pada bagian terbesar penduduk dunia. Syukurlah, kaum Muslim yang sudah mature beragama menolak terorisme sebagai suatu jalan masuk ke surga!
Kita semua tahu, para penganut agama
apapun sejak dulu berlomba-lomba dan bersaing satu sama lain untuk
membawa orang lain sebanyak-banyaknya masuk ke dalam agama mereka
supaya para muallaf ini menerima pahala surga yang ditawarkan agama
mereka, sambil mengancamkan bahwa jika orang-orang lain ini, para calon
muallaf ini, menolak masuk ke agama mereka, orang-orang lain ini akan
masuk ke dalam neraka jahanam.
Faktanya sangat jelas, ketimbang
mendatangkan keamanan dan kedamaian dalam dunia, doktrin tentang surga
dan neraka sangat besar andilnya dalam memunculkan keresahan dan
pertikaian antara umat beragama yang kerap bermuara pada perang agama,
dalam skala kecil maupun dalam skala besar!
oleh Ioanes Rakhmat
http://ioanesrakhmat.blogspot.com/2012/04/betulkah-doktrin-tentang-surga-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar