![](https://scontent-b-nrt.xx.fbcdn.net/hphotos-frc3/t1.0-9/s180x540/942351_516606475043667_36146493_n.jpg)
Indonesia merupakannegara kepulauan
yang sangat luas. Jarakwilayah paling Barat Indonesia dan wilayah
paling Timur Indonesia sama denganjarak antara negara Iran dan Irlandia.
Jika ditempuh dengan pesawat terbangmemakan waktu tempuh kurang lebih 6
jam.Tidak kurang dari 17.800 pulau membentang dari ujung Barat ke Timur
wilayahIndonesia. Secara etnik Indonesia adalah negara yang paling
banyak didiami olehbanyak suku yang berbeda-beda. Tidak kurang dari 656
suku besar dan keciltinggal di negeri ini dengan beragam budaya dan
tradisinya. Selain itu,Indonesia memiliki 746 bahasa lokal dan dialek
yang berbeda-beda.
Indonesia tidak hanya menjadi
tempat bagi enam agama resmi (Islam,Protestan, Katolik, Hindu, Budha,
dan Konghucu) tapi juga agama-agama lokal. Umat Islamberjumlah 87% dari
total jumlah penduduk Indonesia. Sekalipun umat Islammerupakan
mayoritas penduduk di Indonesia, Indonesia tidak pernah menjadinegara
Islam dan tidak pernah Islam menjadi agama resmi negara.
Undang-undangdasar negara 1945 juga tidak didasarkan atas shariah (hukum
Islam). Sejak merdeka, dasar negara Indonesia adalahPancasila.
Pancasila dibuat atas dasar spirit nilai-nilai keagamaan semua agamayang
ada di Indonesia. Dengan prinsip-prinsip ini Pancasila
memberikanperlindungan penuh kepada semua agama yang ada di Indonesia
dan menegaskanbahwa Indonesia bukanlah negara sekuler tapi juga bukan
negara agama. Pancasilamenyerap semua aspirasi dan nilai-nilai seluruh
agama dan menerapkannya dalamkebijakan nasional untuk melindungi semua
agama di Indonesia. Karena itu,Pancasila tidak hanya diterima oleh
seluruh umat Islam tapi juga olehnon-muslim karena ia dapat
mempersatukan keragaman budaya dan agama diIndonesia.
Atas
dasar Pancasila, agama masih memilikiperan yang penting dalam kehidupan
bernegara di Indonesia. Sejalan dengan ini,setiap kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah Indonesia tidak boleh bertentangandengan bertentangan
nilai-nilai masing-masing agama di Indonesia. Tetapipenerapan
nilai-nilai agama itu harus berada dalam koridor kebijakan nasionalyang
harus berada di dalam kerangka nasionalisme Indonesia yang
memberikanperlindungan semua agama yang berbeda.
Tentu
saja masalahtekstual agama secara formal belum tertampung di dalam
rumusan Negara, karenayang ditampung baru nilai-nilainya. Untuk
kepentingan ini diserahkan kepadaagama masing –masing dalam konteks
civil society bukan dalam nation state. Makaorganisasi organisasi agama
seperti NU dan Muhamadiyah , KWI, PGI, AliranKebatinan menjalankan
kegiatan agama baik teologi, ritual maupun kemasyarakatandalam ciri khas
agama masing-masing, namun tetap dalam bingkai kepentingannasional
Indonesia.
Kenyataan kehidupanagama di atas telah berjalan
semenjakberdirinya republik Indonesia danbertahan sampai sekarang
bahkan selanjutnya sekalipun tentu ada tarik menarikkepentingan antar
agama agama dan diselesaikan secara demokratis .
Kalau
sekarang kitalihat ada beberapa kasus –kasus konflik intern agama atau
lintas agama,sesungguhnya baru terjadi semenjak reformasi tahun 1999.
Reformasi di Indonesiamemang menganut kebebasan dan keterbukaan penuh
sehingga terjadi rongga ronggayang karena belum kesiapan masyarakat di
dalam menggunakan kebebasannyamelahirkan konflik-konflik kasuistis.
Bersamaan dengan itu keterbukaan reformasiIndonesia mengakibatkan
derasnya pengaruh internasional yang masuk ke Indonesiasecara
komprehensif baik bidang ideologi agama , politik , ekonomi, hukum
pendidikandan budaya.
Semestinya, esensi dantujuan kehadiran
agama di muka bumi adalah untuk memperkuat nilai-nilai-nilaidan martabat
kemanusian, kedamaian dan kemajuan peradaban dunia karena
agamadimaksudkan untuk mencerahkan kemanusiaan bukan sebaliknya.Tetapi,
kenyataanmenunjukkan bahwa banyak persoalan-persoalan kemanusiaan di
muka bumi inimuncul dari pemeluk agama, sekalipun persoalan-persoalan
ini tidak berartiberasal dari ajaran agama mereka. Hal ini terjadi
karena semata-mata kebenaranagama beserta ajarannya memiliki
pengikut-pengikut yang tidak bisa sepenuhnyamemahami secara utuh ajaran
agama mereka.
Kurangnya pemahamanterhadap ajaran agama
terjadi ketika pemeluk agama memiliki pemahaman yang parsial dan
kurangnya pemahaman yangutuh terhadap hubungan antar agama. Kesalahan
dalam pemahaman agama tak pelakmenyebabkan kesalahan dalam menerapkan
ajaran agama itu sendiri. Misalnya, jika umat beragama salah
dalammemahami ritual dan aspek teologi agama mereka, maka kesalahan itu
hanyaberimplikasi kepada pengikut agama itu sendiri. Akan tetapi, jika
mereka salahdalam memahami aspek-aspek sosial suatu agama, maka
kesalahan ini akanberimplikasi secara luas bukan hanya terhadap pengikut
agama itu sendiri tapi jugamasyarakat secara luas seperti dalam bentuk
ketegangan bahkan konflik sosial. Konflik sosial ini juga bisa terjadi
dalambentuk konflik antar negara di dunia.
Setiap agama
memilikiidentitas dan kepribadiannya masing-masing. Antara satu agama
dengan agama yanglain memiliki kesamaan dan perbedaan masing-masing.
Kesamaan nilai-nilai agama diharapkan dapatmenciptakan harmonitas
sosial, keadilan, kesejahteraan dan peningkatan standarkehidupan
manusia. Kesamaan ini tidak boleh dibeda-bedakan.
Selain
memilikikesamaan, masing-masing agama memiliki perbedaan-perbedaan
terutama dalammasalah teologi dan ritual. Dengan demikian, untuk
mencapai harmonitas dankerjasama yang baik dalam jangka waktu panjang,
hal-hal yang berbeda ini tidakboleh dipaksakan untuk menjadi sama untuk
semua agama. Dengan cara ini,pemeliharaan kerjasama antar agama dapat
dipastikan sesuai dengan ajaran setiapkeimanan masing-masing agama.
Selain
faktor kesalahpahaman dalammemahami agama-agama, terdapat faktor lain
yang menjadi alasan terjadinyakonflk sosial dan konflik antar agama yang
didasarkan pada kepentingannon-agama yang mendompleng ajaran agama dan
menggunakan agama sebagai motifuntuk tujuan-tujuan yang tidak ada
kaitannya dengan agama seperti kepentinganpolitik, ekonomi dan budaya
yang ‘diagamakan’. Kepentingan-kepentingan inimungkin berasal dari
kelompok-kelompok tertentu yang menyatakan motif-motifmereka atas nama
agama dan bahkan menggunakan tema-tema agama
Tugas kita
selakukomunitas umat beragama adalah memberikan kebebasan kepada semua
umat beragamauntuk memahami ajaran agamanya secara benar dan mengurangi
kesalahpahaman dalammemahami agama yang mengantarkan pada konflik sosial
antar sesama manusia.Selain itu, kita harus secara bijaksana memisahkan
antara persoalan-persoalanyang dikategorikan sebagai persoalan agama
dengan persoalan-persoalan yang disalahgunakan sebagai persoalan agama.
Seringkali, paraotoritas politik menggunakan isu-isu
yang diberi label agama, yang esensinyasebenarnya tidak ada kaitannya
sama sekali dengan agama. Dalam hal ini, kitaharus mampu melakukan
identifikasi agama diatas semua interest. Jika agamamampu diletakkan
diataskepentingan-kepentingan itu, maka agama akan mampu menjadi
penerang bagigenerasi yang akan datang. Sebaliknya jika kepentingan
agama diletakkan dibawakepentingan-kepentingan non agama, maka yang
terjadi adalah peritkaian dankonflik yang melibatkan semua penganut
agama.
Selainitu yang dapat kita lakukan selaku
umat beragama antara adalah mendekatkan perilaku umat beragama
terhadaptata nilai luhur agamanya. Karena tingkat pemahaman agama
masing-masing pemelukagama sangat beragam. Mungkin mereka yang tidak
memahami ajaran agama secara sempurna akan melakukan
tindakan-tindakanyang anarkis yang sama sekali tidak diajarkan oleh
agama manapun.
Negara juga memilikiperan yang penting untuk
menjaga harmonitas hubungan antar umat beragama diIndonesia. Misalnya,
negara dapat menciptakan sebuah sistem kenegaraan yang secara adil
membagi kepentingan-kepentinganmasing masing agama sekaligus memproteksi
hubungan lintas agama agar tidakterjadi konflik melalui tatahukum dan
kepemimpinan. Melalui aparatur negara,dapat juga dilakukan sebentuk
program-program pemerintah yang dapat mewaspadaiunsur-unsur yang
langsung atau tidak langsung merusak toleransi lintas agamayang
sesungguhnya toleransi tersebut ada secara proporsional di dalam
semuaagama.
ISLAM, TOLERANSI DAN KEBEBASAN BERAGAMA
Sesungguhnya kebebasan beragama itudijamin secara penuh oleh Islam. Dalam al-Qur’an dijelaskan, La ikraaha fiddiin (Tidak ada paksaan dalam agama)
(QSAl-Baqarah:256). Ayat ini secara tegas melarang segala bentuk
paksaan untukmemeluk agama Islam. Dengan kata lain, setiap paksaan untuk
memeluk Islam tanpadidasari oleh kesadaran akan berakibat pada ketidak
absahan keislamanseseorang. Dengan demikian jaminan kebebasan beragama
ini tidak bisaditawar-tawar lagi. “Barang siapa ingin beriman maka hendaklah ia beriman,dan barangsiapa yang ingin kafir maka biarlah ia kafir (QS.
Al-Kahfi: 29). Praktik ini pernah dilakukan oleh Rasulullahketika
memberikan pengakuan terhadap umat beragama lain seagai satu
kesatuanumat dengan umat Islam dalam Piagam Madinah. Rasulullah
bersabda:
Barangsiapa menyakitiorang bukan Islam yang
berada di bawah perlindungan Islam, maka ia telahmenyakiti saya, dan
barangsiapa yang menyakiti saya, maka ia telah menyakitiTuhan”.(Riwayat Abu Daud)
Praktek
kebebesan beragama ini jugadilakukan oleh Khalifah Umar yang memberikan
kebebasan pada pengikut Kristen diBaitul Maqdis untuk beribadah sesuai
dengan keyakinan mereka di gereja-gerejayang ada di kota itu. Sedikitpun
Khalifah Umar tidak memaksa para pengikutagama Kristen di kota ini
untuk memeluk agama Islam.
Ayat-ayatdi
atas sekaligus menolak tuduhan banyak kalangan bahwa Islam disebarkan
dengan pedang sebagaimana agama lain. Sebelum Nabi hijrah keMadinah
Islam tidak pernah memaksa kalangan kafir untuk memeluk agama
Islam.Bahkan, ketika Islam kuat dan tersebar di luar jazirah Arab pun,
umat Islam tidakpernah memaksakan agama mereka kepada penduduk setempat.
Umat Islam saat itumelakukan peperangan dan jihad semata-mata untuk
mempertahankan diri dariserangan musuh.
Sejalandengan prinsip tanpa paksaan dalam beragama, Islam pun menekankan
pentingnyatoleransi dalam kehidupan beragama. Toleransiyang
dikehendaki Islam adalah toleransi yang seimbang dengan keimanan.
Sebab,toleransi tanpa keimanan akan berujung pada liberalitas dan sikap
serba boleh.Sebaliknya, keimanan tanpa toleransi akan berujung pada
sikap ekstrimitas yangberlebihan.
Pada dasarnya ajarantoleransi
dalam beragama ini merupakan bagian dari ajaran Islam. Karena itu,jika
umat Islam tidak memiliki sikap toleransi beragama, maka sebenarnya
merekabelum sepenuhnya mengamalkan ajaran Islam yang benar. Disinilah
diperlukansikap yang seimbang antara toleransi dan keimanan. Dengan
keseimbangan ini umatIslam dapat bekerja sama dan hidup berdampingan
dengan kelompok agama lainsecara damai.
Sikaptoleran Islam juga diperlihatkan ketika Islam berhadapan dengan
budaya lokalmasyarakat. Islam meyakini bahwa budaya merupakan hasil dari
cipta, rasa dankarsa manusia yang merupakan anugerah dari Tuhan. Hasil
dari kebudayaan iniharus ditempatkan secara wajar oleh umatIslam. Hanya
saja sikap Islam terhadap budaya ini sangat selektif dan
inovatif.Aspek-aspek budaya yang tidak bertentangan dengan ajaran agama
tetap dapatdigunakan dan justeru harus dikembangkan untuk kepentingan
agama dari manapundatangnya budaya itu. Aspek budaya yang seperti ini
justeru dapat digunakanuntuk tujuan dakwah agama. Sikap Islam moderat
Indonesia mempunyai prinsipuntuk senantiasa memelihara aspek-aspek
budaya lama yang baik dan mengambilaspek budaya baru yang lebih baik
untuk dimanfaatkan. Sikap ini tentu akanmenghindarkan pemahaman Islam
yang rigid dan kaku serta mengantarkan padatoleransi terhadap segala
bentuk budaya yang positif dan tidak bertentangandengan ajaran agama
Islam.
Prinsiptoleransi budaya inilah
yang dapatmenjelaskan kenapa Islam dapat tersebar di wilayah nusantara
dengan cara yangdamai tanpa adanya pertumpahan dara. Islam datang tidak
menghilangkan budayaluhur masyarakat yang sudah ada. Sebaliknya, Islam
secara selektif dan inovatifmemilih dan memilah budaya-budaya nusantara
yang sesuai dengan nilai-nilaiajaran Islam. Untuk menjelaskan toleransi
Islam terhadap budaya ini, kitamisalnya dapat melihat bagaimana Candi
Borobudur dan Prambanan sebagai warisanbudaya Jawa Hindu dan Budha dapat
berdiri tegak sampai sekarang sekalipunmasyarakat sekitarnya memeluk
agama Islam. Saat itu para pendakwa Islam taksedikitpun berniat untuk
menghancurkan warisan-warisan budaya adiluhung ituhanya demi dakwah
Islam. Sebaliknya, mereka tetap memelihara warisan itusebagai bagian
dari budaya masyarakat. Inilah wujud toleransi yang pernahditampilkan
oleh para pendakwa Islam.
Wallahu a’lamubi al-shawab
=============
Dr. KH. Hasyim Muzadi
Pengasuh Pesantren MahasiswaAl-Hikam Depok dan Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar