Siapa yang akan direkrut ?
Ada beberapa macam karakteristik dalam figur seorang muslim yang
menjadi target implementasi ‘silabus’ yang akan diterapkan wahabi.
Beberapa macam karakteristik ini bisa saja sekaligus ada dalam satu
figure seorang muslim, meskipun tidak semuanya seperti itu, sebab jika
kita berbicara mengenai karakter atau sifat manusia, tentu saja
berbeda-beda satu sama lainnya. Figur dengan karakreristik-karakteristik
ini akan mudah dibina dan dirubah dalam 'sekejap' mulai dari perilaku,
prinsip, gaya hidup dan idealisme hingga menjadi sosok muslim yang
'kaffah' menurut mereka serta banyak manfaat yang dapat diambil darinya.
Macam-macam karakteristik itu antara lain adalah : seorang muslim
yang awwam dalam masalah agama (jelas sosok muslim seperti ini akan
mudah sekali menerima ilmu dari mana pun datangnya tanpa mencermati
adanya manipulasi informasi dari pihak tertentu). Ia seorang yang masih
muda dengan ghirah atau semangat dalam pencarian jatidiri, semangat
dalam minat untuk membaca, belajar agama, semangat juang mereka yang
tinggi terhadap membela agama namun dibekali ilmu yang sedikit, bahkan
lebih spesifik lagi ia tidak memiliki basic atau pengalaman belajar
melalui pesantren. Ada pula seseorang yang memiliki temperamental tinggi
dan seseorang yang memiliki latar belakang finansial yang kuat sampai
pada seorang jenius sekalipun namun ia memiliki orientasi yang tinggi
terhadap harta. Inilah beberapa macam karakteristik seseorang yang akan
sangat mudah dijerat dan menjadi target implementasi misi dan visi
mereka nantinya.
Figure seseorang dengan beberapa macam karakteristik diatas ini,
biasanya sangat mudah untuk diajak ‘berjalan’ bersama mereka dalam
meniti ‘jalan Islam’ untuk masuk menuju sebuah pintu aqidah yang mereka
sebut ‘al-muwahhidun’, aqidah tauhid yang murni karena telah mengikuti
‘pemahaman salafush shalih’ dan memegang teguh pada ‘qur’an dan sunnah’
menurut sudut pandang mereka pula tentunya. Dengan mudah sekali ia akan
menerima ilmu dan informasi yang tanpa disadari ternyata sebenarnya
hanya bentuk intimidasi dan doktrinisasi, yang selanjutnya akan menyeret
keterlibatannya terhadap ‘penyebaran paham dan perilaku ekstrim’
golongan ini.
Lalu apa maksud dari ‘penyebaran paham dan perilaku akstrim’ yang disebut diatas ?
Berbicara mengenai ‘penyebaran paham’ tentu kita telah mengerti
maksudnya. Bahwa wahabi memiliki paham tajsim dan tasybih dalam
aqidahnya yang secara ‘paksa’ ingin menggantikan aqidah ahlussunnah
waljama’ah yang dipegang teguh seluruh umat muslim. Sedangkan maksud
dari ‘perilaku ekstrim’ itu ialah fundamentalisme agama yang dicirikan
sebagai sikap memaksakan (bahkan dengan kekerasan) agama dan
kepercayaannya kepada seluruh umat manusia. Kitab suci Al-Qur’an
dijadikan motor penggerak karena ditafsir atau lebih tepatnya diterapkan
secara harfiah (tekstual) tanpa mempertimbangkan arti
‘hermeneustis’-nya berupa aktualisasi pesan untuk masa kini. Maka
manifestasi dari kejumudan itu – karena meninggalkan konteksual kitab
suci ini (literer sambil menolak metafoar/majâz), akhirnya – Islam
dinilai memiliki kekerasan struktural seperti terorisme, radikalisme dan
fanatisme ditangan mereka.
Apa saja metode yang diterapkan ?
Kembali pada maksud dari judul catatan ini mengenai mekanisme
‘brainwash’ atau prosesi cuci otak ala wahabi kepada para pengikutnya.
Maksud pengikut disini adalah mereka yang kebanyakan memiliki
karakreristik yang telah disebutkan diatas. Pada awalnya ia akan diajak
kesebuah pengajian agar memahami Islam secara ‘kaffah’. Pada proses awal
ini memang berbeda-beda cara mereka mendapatkan pemahaman agama yang
keliru. Ada yang karena sengaja dipinjami buku-buku paham wahabi dan ada
pula yang memang tidak secara disengaja menemukannya melalui media
internet sampai begitu ‘tega’ menyerahkan bimbingan aqidahnya melalui
sebuah website. Lalu mereka dibimbing belajar tentang cara baca
Al-Qur’an dan tatacara shalat yang benar.
Namun biasanya itu tidak berlangsung lama (..mungkin dirasakan
tindakan ini akan memakan waktu terlalu lama dalam membuahkan hasil;
minimal target menjadikannya ‘simpatisan’ bisa ga' kelar nantinya..).
Perjalanan ‘pencarian ilmu’ akan disingkat untuk melangkah pada kajian
qur’an melalui kitab maupun buku-buku tafsir mereka (wahabi) dan
dilanjutkan pada kajian takhrij hadits yang kesemuanya itu – baik qur’an
maupun hadits, akan membahas mengenai aqidah (tauhid versi golongan
mereka yang sesungguhnya) dan pengamalan ibadah ‘sebagaimana yang
dicontohkan Nabi’; padahal menurut mereka yang wahabi karena diajari
oleh buku albani.
Pengajaran dalam aqidah adalah mengenal aqidah ‘trinitas’
rububiyyah-uluhiyyah-asma was shifat, yang dilanjutkan pada pembahasan
ayat mutasyabihat. Kemudian dalam kajian hadits membahas status kekuatan
hukum beberapa hadits dan membandingkannya dengan hadits-hadits yang
dianggap ‘keliru’, yang selama ini digunakan atau diamalkan oleh
orangtua mereka (peserta pengajian yang masih awwam itu-pen) secara
turun temurun hingga lahirlah asumsi; “..oh, berarti selama ini aku
beribadah dengan menyalahi tuntunan Islam dan Rasul.., selama ini aku
dan orang tuaku adalah pelaku bid’ah dan penyembah kuburan.. ..selama
ini aku bermaulid ternyata hanya mengikuti cara kaum kuffar..”.
(..alangkah bodohnya jika kalian berpikir sempit seperti ini, wahai
pengikut wahabi yang tertipu..).
Gerakan wahabi ini dimotori oleh para juru dakwah terlatih dalam
'metode' dakwahnya yang memukau dengan mengeluarkan dalil-dalil hujjah,
namun sebenarnya akan terdengar ‘lucu’ bagi yang telah memahaminya.
Konsep paling mendasar dalam dakwah mereka ialah; ..kebanyakan
ujung-ujungnyamembuat keragu-raguan tentang amal ibadah dan lalu
menebarkan kebencian dan permusuhan. Mereka gemar menuduh golongan Islam
yang tak sejalan dengan dengan tuduhankafir, syirik dan ahli bid'ah
tanpa kajian lebih lanjut dan objektiv, tiada yang lain dianggap benar
selain dari pemahaman sepihak saja dari golongan mereka. Itulah ucapan
yang selalu didengungkan di setiap kesempatan pengajian, daurah dan
semacamnya didepan para pengikutnya. Walaupun dalam jargon-jargon mereka
mengatakan ‘pengikut salafush shaleh’, mereka sebenarnya tidak
menjadikan seluruh ajaran ulama salaf atau pendapat-pendapat ulama salaf
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan beragama, tetapi yang mereka
lakukan sebenarnya adalah memilih-milih (mensortir/menyeleksi) pendapat
para ulama salaf yang sejalan dengan mereka.
Beberapa contoh ‘kemasan’ pembelajaran yang berhasil menipu banyak
pengikutnya, padahal fatwa-fatwa atau sikap beragama mereka banyak yang
bertentangan dengan para ulama salaf. Contohnya:
- Mengaku beribadah selalu berdasarkan sunnah Rasulullah SAW seperti tidak suka memakai ‘imamah (sorban yang dililit di kepala), padahal itu adalah sunnah Nabi yang dikerjakan oleh para ulama salaf, seperti Imam Malik bin Anas (Ad-Dibaj al-Madzhab, Ibrahim al-Ya’muri, juz 1, hal. 19), dan lainnya; yang intinya tidak ada contoh dari Rasulullah !
- Menganggap bahwa membaca al-Qur’an di kuburan adalah bid’ah dan haram hukumnya, sementara Imam Syafi’I & Imam Ahmad menyatakan boleh dan bermanfaat bagi si mayit (Fiqh as-Sunnah, Sayyid Sabiq, juz 1, hal. 472). Bahkan Ibnul-Qayyim (rujukan wahabi) menyatakan bahwa sejumlah ulama salaf berwasiat untuk dibacakan al-Qur’an di kuburan mereka (Ar-Ruh, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, hal. 33).
- Berpendapat bahwa bertawassul dengan orang yang sudah meninggal seperti Rasulullah SAW atau para wali adalah bid’ah yang tentunya diharamkan, padahal para ulama salaf (seperti: Sufyan bin ‘Uyainah, Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Thabrani, dan lain-lainnya) bukan hanya membolehkannya, bahkan mereka melakukannya dan menganjurkannya (Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat & Zikir Syirik”, Tim PCNU Jember, hal. 37-54).
- Mereka tidak mau menerima pembagian bid’ah menjadi dua (sayyi’ah/madzmumah & hasanah/mahmudah) karena menurut mereka setiap bid’ah adalah kesesatan. Padahal Imam Syafi’I (ulama salaf) telah menyatakan pembagian itu dengan jelas, dan pendapatnya ini disetujui oleh mayoritas ulama setelah beliau.
- Mereka sangat alergi dengan hadis-hadis dha’if (lemah), apalagi yang dijadikan dasar untuk mengamalkan suatu amalan yang mereka anggap bid’ah, padahal ulama salaf seperti Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Mahdi menganggap hadis-hadis dha’if sebagai hujjah dalam hukum. Sedangkan para ulama hadis telah menyetujui penggunaan hadis-hadis dha’if untuk kepentingan fadha’il a’mal (keutamaan amal). (al-Ba’its al-Hatsis, Ahmad Muhammad Syakir, Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, Beirut, hal. 85-86).
- Para ulama salaf tidak pernah mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau yang lainnya sebagaimana yang difatwakan kaum Wahabi sebagai bid’ah tanpa dalil terperinci.
- Para ulama salaf tidak pernah memandang sinis orang yang tidak sependapat dengan mereka, dan mereka juga tidak mudah memvonis orang lain sebagai ahli bid’ah, apalagi hanya karena perbedaan pendapat di dalam masalah furu’ (cabang). Imam Ahmad yang tidak membaca do’a qunut pada shalat shubuh tidak pernah menuding Imam Syafi’I yang melakukannya setiap shubuh sebagai pelaku bid’ah.
Masih banyak hal-hal lain, yang bila ditelusuri maka akan tampak
jelas bahwa antara pemahaman wahabi dengan para ulama salaf tentang
dalil-dalil agama sungguh jauh berbeda.
Mereka tidak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali
dari kelompok mereka sendiri. Mereka tidak akan pernah tahu dan memberi
tahu, siapa itu ‘wali songo’, siapa itu ulama-ulama ahlussunnah dari
generasi salaf sampai khalaf, sampai ulama-ulama yang mengikuti
ahlussunnah waljama’ah di negeri ini; Indonesia – dimana sekarang mereka
berada. Di negeri kita ini, merekamenafikan keberadaan para Kya’i
(ulama) disekitarnya, mereka terlihat sekali seperti menaruh dendam dan
kebencian mendalam kepada para Habaib, dan terhadap Wali Songo yang
menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini bahkan diantaranya
termasuk keluarga mereka sendiri ! Menyedihkan, sekaligus teramat
prihatin kepada para pengikut wahabi ini.
Dalam prosesi 'cuci otak' itu, para peserta pengajian akan terbawa
arus untuk mengikuti teks mutasyabihat dengan pemahaman yang formalistis
dan tekstual, mengikuti hawa nafsu, menghujat generasi salaf, tidak
mengetahui posisi sunnah sampai mereka patuh pada ‘ritual’ pembid’ahan,
penyesatan, pengkafiran hingga berkurangnya rasa ukhuwwah sesama muslim
karena telah menjadi individu-individu yang eksklusive karena merasa
benar sendiri. Baik secara langsung maupun tidak, maka tertanamlah
dihati para peserta pengajian itu 'perintah-perintah suci nan terpuji'
untuk tidak berkasih sayang, tidak berteman, tidak semajelis dan shalat
di belakang golongan sesat dan ahlul bidah, dan jangan ungkapkan
kebaikannya dan selalu ungkapkan keburukan golongan sesat dan bidah',
inilah propaganda golongan wahabi yang menipu kaum awwam saudara-saudara
kita. Kalimat-kalimat propaganda wahabi dalam memecah belam umat muslim
ini bisa kita temukan di tulisan Abu Abdillah Jamal binFarihan
Al-Haritsi, Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah, dan literatur
kitab-kitab wahabi lainnya.
Selanjutnya, mereka biasanya membagi-bagikan selebaran dan
buku-buku.., bisa gratis, dan ada juga yang harus dibeli. Bisa
‘ngeteng’, bisa juga beli secara paket. Tidak berselang lama, mereka
sudah biasa dipanggil ‘ustadz’. Saat melenggangkan kaki dengan gelar
‘al-Ustadz’-nya itu, mereka lupa akan pentingnya sanad ilmu. Mereka lupa
bahwa paulus telah mengklaim ini dan itu. Namun, apakah klaimnya itu
keluar dari lisan yang bersambung kepada lisan Nabi Isa? Tidak ada ilmu
yang benar tanpa sanad yang bersambung kepada para pembawa berita dari
Allah SWT.
Manifestasi atau hasil produksi ‘Brainwashed’
Apa hasil yang didapat dari prosesi 'brainwashed' (cuci otak) dari
wahabi ini ? Saya tidak akan menghitungnya dengan angka, namun akan
menyebutnya secara acak agar tidak diasumsi bahwa ini adalah sebuah
urutan atau tingkatan dari kronisnya sebuah penyakit yang akut dari para
pengikut wahabi.
Mereka, simpatisan dan pengikut wahabi ini akan hilang keperduliannya
terhadap cinta tanah air dan bangsa. Mereka hanya akan mencintai
terhadap internal lingkungan dan golongannya sendiri, walaupun disaat
‘kecerdasan’ mereka meningkat, tidak menutup kemungkinan mereka akan
membenci ‘bekas’ temannya saat ia memisahkan diri dari golongan tersebut
karena ia merasa telah menemukanijtihad baru tentang kebenaran
berdasarkan qur’an dan sunnah, tentunya berdasarkan pemikirannya sendiri
(imbas dari konsep kebebasan berijtihad) ditambah dengan menganggap
sesat bekas temannya tadi (timbulnya sekte-sekte wahabi).
Mereka tidak mau tahu bahwa sebagai warga negara mesti mengikuti dan
menghargai tradisi, budaya, dan etika berbangsa dan bernegara, dibedakan
dari ritual beragama. Ikatan 'emosiona'l kepada ustaz, senior, dan
kelompoknya lebih kuat daripada ikatan keluarga dan dan saudara semuslim
lainnya (erat kaitannya dengan ta’ashub alias fanatisme). Ada beberapa
di antara mereka yang mengenakan pakaian secara khas yang katanya sesuai
ajaran Islam, serta bersikap sinis terhadap yang lain. Menganggap umat
Islam di luar kelompoknya dianggap fasik dan kafir sebelum melakukan
hijrah; bergabung dengan mereka. Mereka enggan dan menolak mendengarkan
ceramah keagamaan di luar kelompoknya. Meskipun pengetahuan mereka
tentang Alquran masih dangkal, namun mereka merasa memiliki keyakinan
agama paling benar, sehingga meremehkan, bahkan membenci ustaz dan ulama
di luar kelompoknya. Dan yang paling populer; mereka menjadi biang
kerok perpecahan umat.Selalu meributkan khilafiyyah dan furu serta
berkoar-koar meneriakkan tabdi' dan takfir.
Tidaklah mengherankan disana-sini kita melihat dan mendengar
teriakan-teriakan hingga terjadinya huru-hara dan bentrokan phisik;
‘BID’AH ! SESAT ! KAFIR ! dan BOOM !!!
Lahirnya produk-produk zionis dalam Islam ?
Dibagian ini, saya serahkan pada pemikiran masing-masing pembaca.
Entah kebetulan ada persamaan dalam misi menjauhkan ummat Islam dengan
Baginda Nabi dan ajaran yang dibawa beliau – atau memang dibalik
kampanye pengikut Wahabi, terselubung agenda Yahudi yang ingin
menghancurkan agama Islam melalui tangan-tangan pemeluknya sendiri.
Persis dengan fitnah yang dilancarkan Abdullah bin Saba pada masa
Sayidina Usman dan Ali. Isu Radikalisme Islam ataupun bentuk gerakan
Islamo Phobia yang terus menerus dilancarkan oleh Barat yang salibis dan
zionis itu harus kita waspadai secara seksama dengan membimbing umat
mempelajari agama Islam dengan sungguh-sungguh dan benar dari sumber
yang tsiqah, sebab arus informasi dan teknologi sedang dikontrol oleh
mereka.
Pesan kami kepada para simpatisan, pengikut, bahkan da’i
salafi/wahabi; mohon luangkan waktu sebentar, renungkan barang sejenak.
Bahwa hati yang paling Allah kasihi ialah hati yang paling lembut
terhadap saudaranya, paling bersih dalam keyakinannya dan paling baik
dalam agamanya.
InsyaAllah, jika hati tak sekeras batu, dada akan terasa lapang, pikiran pun tidak beku dan buntu.
Semoga kita semua mendapat hidayah serta inayah dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Prosesi Cuci Otak Ala Wahabi Warning
By RAENALDY ABDILLAH - Sun Dec 02, 3:03 pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar